Friday, December 31, 2010
2011 Wish List
2010 Memories
- Makar Jurnalistik 2005 second edition.. Batu Karas!
- Happy independence day Indonesia!
- World Cup..
- Yeayyy finally I made my own topic for my thesis. After a longgg journey and lots of effort. Thx a bunch, dear God! I became Usmas Bachelor! Hahaha
- But this month, Indonesia suffered caused by several natural disasters. #prayforIndonesia was spreading everywhere..
- I went to Pasar Seni ITB with #jurnal05. Very hectic!
- Playground 2010
Thursday, December 30, 2010
Garuda wins my heart!
That day's gonna be a historic day. Not only for the Indonesian national team, not only for the people of Indonesia, but especially for me, because this will be my first experience watching Garuda national team competed in the Gelora Bung Karno Main Stadium. For 23 years I live in Jakarta, I have never set foot in that Silaban's building. So far I can only see the splendor of the outside only, never even looked into it..
Our situation was uncertain because of waiting for tickets. The girl who brought our tickets was already entered into the stadium, so we have to wait her out again to give the tickets. We happened to buy a ticket stands, is not that classy. Not the class that we are looking for, we're just looking for entertainment.
The whole stadium turned red! Incredible! All shouting 'INDONESIA! "and all felt very solemn in the middle of a frenzied game. It is rather difficult to imagine that the Garuda national team can avenge the defeat when the first leg in Bukit Jalil, but the most important, they've played with very great! Won many matches in the AFF Cup, this alone is enough for me. There is still a sense of pride for Firman Utina et al.
Saturday, December 18, 2010
My Silly Universe Theory
Saat saya masih kecil, saya suka sekali dengan astronomi. Seperti anak kecil lainnya, cita-cita saya banyak banget. Salah satunya saya ingin jadi astronot. Terbang dengan pesawat ulang alik ke luar angkasa, merasakan gravitasi nol, melayang-layang sambil menikmati pemandangan bumi yang indah di antara gelapnya luar angkasa.
Kegemaran saya akan astronomi masih berlanjut sampai sekarang. Di stumbleupon, saya mencantumkan astronomy. Saya suka sekali browsing tentang alam semesta ini. Melihat indahnya foto-foto hasil teleskop Hubble, menciptakan planetarium mini di layar laptop saya ini. Menyenangkan sekaligus menyadarkan saya bahwa maha besar Sang Pencipta.
Hari ini saya membaca Kompas.com. Di rubrik Sains, saya menemukan sebuah artikel menarik: Alam Semesta Kita Bukan Satu-satunya?. Di dalam artikel itu dijelaskan bahwa Roger Penrose dari Universitas Oxford dan Vahe Gurzadyan dari Yerevan State University di Armenia, mengemukakan teori baru alam semesta. Menurut mereka, alam semesta yang kita tahu adalah sebuah gelembung yang ada dalam semesta yang lebih besar. Semesta tersebut juga diisi dengan gelembung-gelembung lain.
Saya syok membacanya. Bukan karena teori yang mengejutkan, namun saya sudah familiar dengan teori itu, saat saya bahkan baru duduk di taman kanak-kanak. Itu adalah teori yang saya buat sendiri mengenai alam semesta kala. Silly..
Dulu saya adalah anak kecil dengan tingkat fantasi yang melebihi rata-rata. Tingkat keingintahuan saya sangat besar, sehingga jika tidak bisa menemukan jawabannya saya suka sekali berkutat dengan pemikiran aneh sendiri.
Saya ingat, dulu yang ingin saya ketahui adalah di manakah keberadaan Tuhan. Saya sudah tidak percaya bahwa Tuhan ada di awan, karena kala itu saya sudah gemar sains, saya tahu bahwa awan hanyalah sebuah peristiwa alam. Akhirnya muncullah teori gelembung itu. Semua benda langit yaitu bintang dan planet bentuknya bulat. Kemudian saya menarik kesimpulan bahwa alam semesta ini bentuknya bulat, yang berada di semesta yang lebih luas lagi. Di dalam semesta yang lebih luas lagi itu, ada banyak bulatan-bulatan sama seperti bulatan alam semesta tempat manusia berada. Nah, di alam semesta yang lebih luas itulah Tuhan berada. Dari sana Dia bisa mengatur semuanya.
Saya terkejut ternyata ‘pemikiran nakal’ saya itu sama dengan teori yang dibuat ilmuwan. Bedanya, tujuan mereka meneliti itu murni karena ilmu pengetahuan, bukan untuk pencarian di mana tempat Tuhan berada. Agak lucu, pemikiran anak umur 5 tahun sama dengan teori ilmuwan. Hahaha…
Jatinangor
y&c
Friday, December 3, 2010
Why Jakarta?
Thursday, December 2, 2010
Sinetron Indonesia vs Drama Korea
Para artis yang terkenal itu mengatakan bahwa kualitas sinetron Indonesia memang masih jauh di bawah kualitas drama Korea, bahwa drama Korea memang sudah go international sedangkan sinetron Indonesia hanya hidup di negeri sendiri, paling jauh hanya ke negeri Jiran, dan terakhir bahwa intinya sebanyak apapun serbuan drama Korea di Indonesia, sinetron masih memiliki ruang di hati penonton Indonesia.
Tuesday, November 30, 2010
Tentang Orang Tua
Seruan-seruan ini memekakkan telinga. Keluar dari mulut para perempuan berjilbab yang sedang menggelar aksi peringatan Hari AIDS Sedunia yang jatuh hari ini. Dengan membawa spanduk bertuliskan huruf Arab yang entah apa bacanya, saya sendiri tidak tahu. Jalanan Bunderan HI yang tidak ada mereka saja sudah macet, hari ini semakin macet. Apa yang mereka pikirkan..
"Hey Henny, kamu kok baru dateng?" Bos kepala bagian berteriak dari kejauhan sambil berjalan mendekati saya.
"Iya maaf Pak, tadi ada sedikit hambatan di Bunderan HI. Padahal aku berangkat seperti jam biasanya dari rumah.."
"Oh iyaaa. Aku tadi lihat tweet dari kamu kok. Hehe. Bersihkan penyimpangan seksual!" Seru Pak Harry, bos saya yang berusia setengah baya sambil mengepalkan tangan ke atas seakan-akan dia tengah berdemo.
Ada gosip di kantor bahwa Pak Harry jatuh hati pada saya. Tapi bukan itu yang membuat saya tidak betah berada di kantor ini. Jiwa saya bukan di sini, jiwa saya di luar sana.. Saya tidak bisa bekerja nine to five di belakang meja, mendengarkan konflik politik kantor, intrik-intrik licik dan semua protokoler kantor ini.
Saya sering merinding jika berada di ruangan ini sendirian. Maklumlah, saya bekerja di Istana.Sebuah bangunan kuno peninggalan jaman Belanda yang menyimpan segudang misteri..
Teman-teman dan saudara-saudara saya mengira bahwa bekerja di Istana itu menyenangkan. Berada di Ring Satu pemerintahan tertinggi republik ini. Hahhh apa yang menyenangkan. Untuk pergi ke toilet saja, saya harus menunggu 15 menit saat si bos besar sedang lewat..iya bos besar, Pak Presiden..
Latar belakang pendidikan saya adalah geologi, tetapi kenapa saya harus bekerja di sini ya? Seharusnya saya brada di kilang minyak, atau daerah pertambangan, atau paling tidak bekerja di kantor urusan geologi itu.. Orangtua saya, mereka tidak mau bahwa anak perempuan mereka satu-satunya bekerja di lapangan, menjadi hitam, kusam, tidak terawat. Dunia geologi terlalu banyak bahayanya bagi mereka. Ya Tuhan, apa mereka pikir saya akan terjun menyelam di dalam minyak bumi, atau menyelupkan tangan ke dalam magma gunung berapi ya?
Sebenarnya serba salah menjadi anak perempuan satu-satunya. Saat saya memutuskan memilih jurusan geologi saja, tentangan datang bertubi-tubi dari orang tua. Kakak-kakak laki-laki saya ikut-ikutan menolaknya. Hahhh banci! Saya kira dulu enak menjadi anak bungsu, tetapi ternyata anggapan itu salah total. Segala keputusan saya terkekang oleh keputusan orang tua yang sebenarnya bertindak seperti Tuhan di rumah. Jika saya sekali saja tidak menuruti, mereka akan kemudian mengungkit segala kerja keras mereka menghidupi saya selama ini, kenapa saya sebagai anak tidak bisa membalasnya dengan menuruti permintaan mereka. Dilema yang sebenarnya tidak bisa dipilih. Ini berhubungan dengan masa depan saya, kenapa mereka seperti itu..
Mana orangtua mau tahu soal hak asasi manusia? HAM itu haram bagi orang tua. Maaf jika saya salah tentang ini, namun inilah yang mondar-mandir di pikiran saya selama ini. Soal kebebasan beragama saja.. Mana ada orang tua yang rela anaknya berbeda agama dari mereka? Atau bahkan menjadi atheis?
Saya rasa bukan soal penyimpangan seksual yang perlu dibersihkan. Perempuan-perempuan berjilbab itu perlu membersihkan stigma yang ada di otak mereka soal itu. Sama halnya dengan orang tua saya yang perlu membersihkan stigma di pikiran mereka bahwa anak perempuan yang bekerja di lapangan adalah 'bukan perempuan'. Bahwa anak bukanlah sebuah investasi untuk citra orang tua..
Thursday, October 28, 2010
About Julian
Wednesday, October 27, 2010
Tuesday, October 12, 2010
STOP KAMPANYE-STOP-MEROKOK
Di tengah ngantuk-ngantuk lucu, diiringi tetesan air hujan di pagi hari ini, tiba-tiba muncul aja pikiran aneh-aneh di otak ini. Daripada mubazir, mending dishare kan…
Anda perokok? I don’t care. Saya perokok. So what?
Belakangan ini, saya mulai eneg dengan KAMPANYE STOP MEROKOK.
Entahlah, mungkin karena saya perokok, jadi saya menjadikan pemikiran saya ini sebagai dasar pembelaan..
Kenapa sih harus digembar-gemborkan, setiap berapa menit beberapa orang meninggal karena rokok. Hahhh, mereka kira rokok bawa celurit, lalu menebas satu persatu kepala para ‘korban’ yang meninggal akibat rokok itu?
Pemikiran tolol? Terserah Anda mau bilang apa. In fact, itulah yang terjadi. Bukan rokok yang membunuh. Kampanye yang salah kaprah. Bisa jadi racun yang terkandung pada rokok memicu suatu penyakit, tapi banyak juga faktor di luar sana yang bisa menyebabkan kematian. Kenapa hanya KAMPANYE STOP MEROKOK saja yang digenjot habis-habisan? Kalau seseorang mau hidupnya seperti apapun, mau sehat atau sakit, bukankah itu hak tiap individu? Jangan-jangan tidak masuk HAM ya???
Pikiran liar saya melayang pada sebuah persaingan dagang yang tidak sehat antara perdagangan rokok negara berkembang dan negara maju. Ini juga didasari dari notes salah seorang teman di facebook beberapa waktu lalu. Tahu gak siapa yang berperan di balik kampanye gak masuk akal itu? WHO. Sebuah Organisasi Kesehatan Dunia PBB yang bermarkas di.. ya tepat sekali New York, Amerika Serikat!
Monday, August 30, 2010
Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia
Saya pernah membaca sebuah kisah di sebuah postingan blog. Bodohnya saya lupa tidak mem-bookmark alamatnya. Di sana diceritakan tentang suatu masa ketika Tuhan menciptakan bumi, hingga akhirnya tentang penciptaan Indonesia. Sebuah cerita yang fresh, namun penuh makna. Ini tidak bermaksud untuk melecehkan agama apapun, karena ini hanyalah sebuah cerita fiksi.
Begini kurang lebih ceritanya:
Tuhan tersenyum puas setelah selesai menciptakan bumi dan isinya. MenurutNya, bumi adalah planet terbaik yang pernah Dia ciptakan. Di sana, semuanya berjalan seimbang
Dia kemudian memperlihatkan hasil karyanya ini kepada para malaikat.
“Di bumi ini, Saya menciptakan semuanya seimbang.”
Lalu Dia menunjuk ke arah Eropa Utara.
“Di sana adalah tempat untuk usaha, penuh peluang. Orang-orangnya memiliki intelektual tinggi dan kaya, tapi Saya berikan suhu udara yang sangat dingin.”
Para malaikat mengangguk. Kemudian Tuhan mengarahkan telunjukNya ke Eropa Selatan.
Tuesday, July 27, 2010
Empire State of Mind of Me
Tuesday, July 6, 2010
1508 #001
Lagi-lagi mimpi buruk. Keringat bercucuran dan jantung berdetak dengan sangat cepat. Saya miringkan badan untuk meraih jam digital di samping tempat tidur. Pukul 3 dini hari dan saya baru tertidur 2 jam. Bayangan masa lalu itu kembali menghantui ketenangan jiwa saya.
“Kamu gak apa-apa sayang?”
Saya kaget mendengar suara itu. Suara yang tidak pernah saya dengar sebelumnya. Sangat asing.. Ohhh, saya ingat sekarang. Dia adalah Daniel Siregar, perancang adi busana yang sedang naik daun di negri ini. Tadi malam saya menjadi model catwalk baju rancangannya di sebuah peragaan busana paling akbar di kota ini. Saya memang berprofesi sebagai model. Model murahan yang bisa ‘dinikmati’ 24 jam dengan bayaran selembar cek senilai 30 juta. Dan itu minimal. Saya pernah mendapatkan 3 kali lipat dari itu. Entah si Daniel jelek ini akan membayar saya berapa. Pria ngondek berperawakan sangat Batak. Aneh rasanya dengan muka garang seperti itu bisa sangat ‘melambai’. Senyum tipis.
“Kok kamu tersenyum? Tadi malem enak banget. Kamu memuaskan.”
..diam.. “Aku pengen kamu pergi dari sini sekarang.”
“Kenapa?”
“Aku bilang, PERGI! Jangan lupa tinggalkan ceknya di meja ruang TV.”
Perancang ngondek itu sepertinya ketakutan dan langsung terbirit-birit mengenakan bajunya lalu kabur. Entah dia tinggalkan ceknya atau tidak. Jika tidak, siap-siap saja besok dia sudah tinggal nama.
Saya tinggal di apartemen ini seorang diri. Dari hasil keringat saya. Literally. Keringat yang saya keluarkan di tempat tidur ini. Saya sudah selayaknya gigolo. Terserah saya mau dipanggil apa. Profesi model tidak akan mampu memenuhi gaya hidup konsumerisme saya. LV, Hermes, Gucci dan semua merek ternama dunia menghiasi kloset saya. Saya gila belanja dan senang kemewahan. Saya harus hidup dalam gemerincing koin emas dan bermandikan berlian. Saya tidak bodoh, saya sarjana kedokteran sebuah universitas berplat merah terbaik di kota ini.
Nama saya? Mereka biasa memanggil saya, boy toy.
Julian Sastradinata
Sunday, July 4, 2010
IDR Sixty million
Dedicated for my lovely parents..
Rp 60.000.000,- atau enam puluh juta rupiah. Jumlah uang yang sudah dikeluarkan orangtua saya untuk menguliahkan saya selama hampir 5 tahun ini.
Jumlah 60 juta itu bukan jumlah yang pas. Saya hanya mengira-ngira pengeluaran untuk biaya kos, uang bulanan (yang sebenarnya jumlahnya juga tidak pasti) dan biaya kuliah (yang sudah sangat murah jika dibandingkan biaya kuliah di universitas lain). Mungkin ada diantara Anda yang mencibir, “yah elah cuma 60 juta”. Hahhh shame on you. Bukan masalah jumlah uang sebenarnya poin saya membuat tulisan ini.
Saya percaya, bahwa kita semua berasal dari background keluarga yang berbeda-beda. Background dalam hal keuangan. Ada yang berasal dari keluarga mapan, uang bukan masalah, ada yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi menengah, bahkan tidak sedikit mungkin yang berasal dari kelas ekonomi yang bisa dikategrikan sebagai keluarga miskin. Bukan ini juga poin saya menulis tulisan ini. Saya bukan mau membicarakan nilai kekayaan keluarga kita masing-masing.
Saya berasal dari keluarga yang bisa dikatakan stabil. Mengapa saya katakan stabil? Karena sama seperti keluarga yang lain, keluarga saya juga memiliki beragam masalah, namun alhamdulilah, semua masalah satu persatu bisa dipecahkan bersama. Saya tidak berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi berlebih, namun alhamdulilah, Tuhan selalu melimpahkan rejeki pada keluarga saya.
Beberapa tahun yang lalu, ayah saya pensiun dari Bank Indonesia. Dulu dia bekerja di HRD. Lepas dari BI bukan berarti ekonomi keluarga saya runtuh. Memang terjadi penghematan, namun syukurlah ayah saya masih bisa meneruskan ilmunya menjadi seorang Notaris dan PPAT di Kota Cilegon, Banten. Di usianya yang tahun ini akan menginjak usia 59 tahun, saya kerap merasa khawatir jika dia harus bolak-balik Jakarta-Cilegon hanya untuk bertemu keluarganya.
Sore tadi, saya iseng menghitung kasar biaya yang sudah ayah saya keluarkan untuk membiayai hidup saya selama 5 tahun belakangan ini. Keluarlah angka 60 juta itu. Jumlah yang besar menurut saya. Sempat terlintas, bagaimana caranya saya harus membayar kembali semua biaya ini. Itu baru 5 tahun belakangan, bagaimana dengan biaya 17 tahun yang lain sejak saya lahir?!
Minggu lalu, saya dan keluarga melakukan perjalanan ke Semarang. Kami berempat berangkat menggunakan kereta Argo Muria. Kakak pertama saya tidak bisa ikut karena ada urusan pekerjaan. Mungkin Anda tahu, jika di kereta, kursi bisa diputar ke belakang. Kami berempat duduk berhadapan, ayah ibu saya duduk di satu sisi, saya dan kakak kedua saya duduk di sisi seberangnya. Ketika ayah ibu saya tertidur, terlintas dalam benak saya, “Ya ampun, ternyata orangtua saya sudah tua”.
15 hari lagi, saya berulangtahun yang ke-23 tahun, dengan masih berstatus mahasiswa. Belum bergelar sarjana, belum bisa meraih satu rupiah dari jerih payah sendiri. Memalukan? Ya. Terserah Anda mau berkomentar apa.
Saya percaya betul bahwa tidak ada satu manusia yang bisa menentukan kapan dia harus kembali ke pangkuan Ilahi. Seiring bertambahnya usia kedua orangtua saya, semakin diri saya tertekan. Takut jika sewaktu-waktu mereka dipanggil Sang Khalik, namun saya belum juga bisa menebus 60 juta itu.
Tidak mungkin rasanya jika saya harus mengembalikan puluhan juta rupiah literally kepada kedua orangtua saya. Saya paham, bukan seperti itu caranya menunjukkan bakti saya, mengembalikan semua yang telah mereka berikan kepada saya. Tidak dengan uang.
Rasa cinta merekalah yang harus saya balas. Tidak mungkin kedua orangtua saya mau dan rela menggelontorkan uang sedemikian banyak jika tidak karena rasa cinta mereka kepada saya. Saya bahkan tidak pernah menyampaikan secara langsung bahwa saya menyayangi mereka. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, saya kurang mampu untuk mengatakan secara langsung isi perasaan saya. Namun saya percaya, dengan segenap gesture saya, dengan semua tingkah laku saya, kedua orangtua saya paham bahwa saya juga menyayangi mereka.
Saya sendiri masih buram mengenai cara saya untuk membalas cinta kasih mereka. Tidak banyak yang bisa lakukan dalam waktu dekat ini. Belakangan, saya menjadi kian sungkan untuk meminta sesuatu kepada mereka. Dengan usia mereka, dengan usia saya, seharusnya saat ini saya tidak hanya berpangku tangan. Saya rela disalahkan karena belum juga menyelesaikan kuliah. Satu hal yang sangat saya inginkan adalah melihat mereka tersenyum bahagia di hari tuanya. Entah bagaimana caranya, namun niat baik ini tulus keluar dari hati saya, dan saya percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan jalan terbaik untuk mewujudkannya.
Kehilangan kakek nenek saya untuk selamanya sudah cukup membuat saya terpukul karena belum bisa membahagiakan mereka. Dulu, saya pernah diceritakan almarhumah nenek saya. Ketika itu, kami berdua sedang dalam perjalanan dan melewati sebuah padang golf. Saya kemudian berceloteh kepada nenek saya, “Uti, nanti kalo aku udah besar, Uti temenin aku main golf ya”. Nenek saya kemudian menjawab, “yah kalo kamu udah main di sana, Uti ntar temenin dari tanah aja ya”. Sedih jika saya mengingat itu. Saya tidak ingin kesedihan itu kembali terulang kepada kedua orangtua saya. Saya ingin mereka masih bersama saya ketika saya sukses, dan saya bisa membayar kembali 60juta itu di hati mereka. Amin.
Jakarta, y&c
Friday, July 2, 2010
Know Yourself Better
What makes human as human?
Tonight, I read gebimeidina’s blog. She posts about her training experience for her next job (unfortunately, the company wasn’t accept her, screw them for it).
In that post, I click a link. Online personality test. You just need to sign-up, verify the username from email notification sent to you, then you can start the test. I took the test, then voila! Here’s the result:
Yogi is an optimistic individual. He is the type of person who loves exploring new places or things and a wide variety of experiences. He tends to display a natural charisma that draws others to his charm. Yogi is a very encouraging person; others are drawn to him because they find him inspirational.
A loyal friend, Yogi is patient and caring when attending to the needs of others. He is usually an even-paced individual who thrives in a peaceful, harmonious environment. He tends to be quite predictable, sticking with proven, reliable methods of dealing with situations rather than taking chances with a new, unproven approach.
Neat and orderly, others usually see Yogi as practical. He needs adequate information to make decisions, and he will consider the pros and cons. He may be sensitive to criticism, and will tend to internalize his emotions. Yogi likes to clarify expectations before undertaking new projects, and he will follow a logical process to gain successful results.
Because he cares about how others feel, Yogi may feel uncomfortable making decisions that strongly affect others. He typically encourages others to be involved in the decision making process and prefers to work in a team role. Others tend to see Yogi as agreeable and humble.
Sooo, what makes human as human? We need to know our own personality. Take that test, then try to know yourself better.
Jatinangor, y&c
Thursday, June 24, 2010
Infatuated With Perfection
Saya tidak tahu apakah ini normal atau tidak. Tapi kecenderungan ini semakin hari semakin menjadi. Saya menjadi gila akan sebuah kesempurnaan.
Entah sejak kapan kebiasaan ini muncul. Saya rasa sejak kecil tapi saya baru menyadarinya sekarang. Seakan-akan semua yang ada di hadapan saya, semua yang saya bikin, harus sempurna, harus melalui perhitungan matang, harus simetris.
Saya bermain sebuah PC game, bernama Sim City sejak kecil, sejak PC game ini baru keluar sampai pertengahan April 2010 saat saya baru menyadari kemampuan laptop saya berkurang. Di sana, saya membangun kota saya, dengan kerumitan yang luar biasa, perhitungan yang ada di luar nalar orang biasa. Semuanya saya atur sedemikian rupa agar kota yang saya buat tampil apik, simetris, tidak ada yang ganjil (jalan buntu/ruang kosong), pokoknya sempurna! Teman saya bahkan suka menggelengkan kepala jika saya sedang menata kota saya yang keterlaluan rapinya. Game yang terlalu diseriuskan, seakan ada sebuah kompetisi internasional.
Tidak hanya game, bahkan dalam menulis (mengetik). Jika saya ingin menggunakan huruf yang ganda, harus enak untuk dilihat, harus sama pengulangannya jika ada kata yang hurufnya harus diulang juga. Hmmm mungkin Anda agak susah mengertinya. Begini, misalkan saya ingin menuliskan ‘Ah pengen makan’. Dan saya ingin ada penekanan pada kata ‘Ah’ dan ‘makan’-nya. Maka saya akan menuliskan ‘Ahhh pengen makannn’. Huruf ‘h’ dan ‘n’ harus sama-sama diulang 3 kali. Jika salah satu tidak sama, pasti akan segera saya edit.
Sejauh ini saya tidak merasa terganggu dengan kebiasaan bodoh ini. Hmm agak sih, setiap menulis (mengetik) saya harus menghitung kembali jumlah hurufnya, sudah sama atau belum. Tapi justru dari situlah ada kenikmatannya. Jika tidak saya cek seperti itu, rasanya seperti berdosa tujuh turunan. Hahaha
Tapi anehnya (atau mungkin untungnya juga), semua kebiasaan ini, kegila-gilaan saya pada kesempurnaan ini hanya untuk tulisan, tata letak dan beberapa hal kecil. Saya tidak begitu gila agar tubuh terlihat sempurna, ataupun kriteria pasangan. Mungkin saja jika itu terjadi, saya bisa tersiksa sendiri akan kebiasaan ini. Bagaimanapun, dalam mengerjakan apapun memang harus sesempurna mungkin. Semoga ini menjadi sebuah nilai lebih yang bisa berguna.
Jakarta, y&c
Tuesday, June 22, 2010
Buanglah Sampah Pada Tempatnya
Pasti Anda semua pernah dong diajarkan waktu dulu di sekolah dasar. 'Buanglah sampah pada tempatnya'. Nah tempatnya apa tapi ya? Ya bisa tempat sampah, bisa pinggir jalan, bisa got, bisa sungai, bisa di mana saja. Entah kesalahan guru di SD atau memang otak yang terlampau kritis sampai saya bisa berpikiran 'setolol' itu. Haha
Anyway, ada tempat sampah baru di era teknologi internet seperti sekarang ini. Yuppp, it's Twitter!! Sebuah mini blog karyanya Obvious Corp. Twitter adalah sebuah situs mikroblog dan situs web jejaring sosial yang memberikan fasilitas bagi pengguna untuk mengirimkan ‘pembaharuan’ (atau pembaruan ya? Yahhh whatever) berupa tulisan teks dengan panjang maksimum 140 karakter. Semua yang terlintas di pikiran Anda, bisa dimuntahkan di sana. Gratis! (biasanya orang Indonesia demen nih yang gratisan). Anda cukup membuka situs ini dari PC, laptop, handphone, atau mungkin dari aplikasi penunjang untuk di smartphone Anda, ketak-ketik ketak-ketik, terbaca deh sama semua pengikut Anda.
Saya membuat akun Twitter dengan username yogicerdito sekitar setahun lalu. Sekarang, jumlah tweet saya sudah 17.480. Banyak yang bilang, kalau saya suka ngetweet sampah (‘ngetweet’ adalah bahasa populer yang digunakan untuk meng-Indonesiakan kata ‘tweeting’). Sampah karena semua pemikiran saya pos di twitter. Mulai dari baru bangun, sampai akan memejamkan mata. Memang agak tidak penting, tapi di situlah esensinya Twitter. What’s happening. Remember?!
Banyak orang kemudian beranggapan bahwa saya adalah tipe orang yang vulgar, terlalu obvious, terbuka. Salah besar jika Anda menilai karakter seseorang dari akun Twitter-nya. Mungkin untuk sebagian kalangan bisa, namun tidak untuk menilai karakter saya. Justru twitter menjadi sebuah alter ego untuk saya menumpahkan semua karakter tersembunyi saya. Saya termasuk tipe orang yang tertutup. Tertutup untuk orang-orang baru, bahkan keluarga sekalipun. Hanya kepada orang-orang tertentu saja, saya bisa blak-blakan menceritakan kehidupan pribadi. Selebihnya, saya masih harus mengumpulkan keberanian dan penilaian terhadap orang tersebut.
Sejak masih kecil pun, ibu saya selalu bilang ke orang-orang bahwa saya adalah tipe orang yang tertutup dan hanya memendam semuanya untuk diri sendiri. Maklum, ibu saya mengambil kuliah jurusan psikologi anak, sehingga dia paham betul kondisi anaknya.
Saya sendiri juga heran, di Twitter, saya bisa menumpahkan semuanya. Sebutlah itu menjadi media saya. Media agar saya tidak menyimpan semuanya di hati. Bagi saya Twitter memanglah sebuah tempat sampah. Sampah-sampah pikiran yang mengganggu. Saya sadar, kalau saya memiliki kekurangan dalam menyampaikan sesuatu ke orang lain. Tidak bisa melalui kata-kata, saya lebih suka melalui tindakan. Nah masalahnya, tidak semua orang peka pada gesture orang lain. Mungkin inilah penyebab saya kurang lancar dalam percintaan (hiyaaa jadi cur currr). Blog juga adalah sebuah media bagi saya untuk memuntahkan semua isi hati ke dalam bentuk tulisan. Intinya adalah saya cinta internet dan semua situs yang berkenaan dengan ‘muntah’. Di sana, saya bisa melepaskan semuanya. How about you? Jangan kapok ya follow saya di Twitter.
Jakarta, y&c
Ini Tentang Dia
Saya ‘pernah’ punya nenek…
Berat rasanya harus menyisipkan kata ‘pernah’ di kalimat itu.
Ini adalah kisah kami.. Nenek dan cucunya
3 Juni 2010 menjadi hari paling panjang dalam hidup saya. Ketika telepon berbunyi pukul 10.30 WIB, mendadak suasana pilu menyeruak ke seantero rumah.
“Ibu sudah gak ada..”
Dia meninggal di Cimahi, dalam perjalanan pulang menuju Jakarta. Nenek saya kembali dari pemakaman adiknya di Sumedang yang meninggal sehari sebelumnya di Bandung.
Nenek saya memang sudah tua. 7 Agustus nanti, dia akan genap berusia 87 tahun. Karena kemampuan jantungnya menurun, dia menggunakan alat pacu jantung. Ternyata teknologi manusia pun tidak mampu menolak kehendak Tuhan Sang Maha Kuasa.
Sungguh indah dia meninggal. Tidak ada sakit yang berkepanjangan. Hanya dalam helaan napas, arwahnya telah pergi menghadap Sang Ilahi. Kalau tidak salah, dia meninggal tepat sesaat setelah buang air besar. Menurut beberapa orang, itu artinya dia telah membersihkan dirinya sendiri sebelum menghadap Sang Khalik. Allahualam..
Penantian panjang sejak berita meninggalnya. Saya mempersiapkan rumah agar layak menjadi tempat persemayamannya sebelum dikuburkan esok hari. Meja, kursi dan karpet dirapikan. Dipan tempat meletakkan jenazah segera ditata. Tenda putih dipasang di pekarangan rumah. Beberapa sanak saudara segera berdatangan ke rumah. Saya membantu ibu saya untuk menelepon keluarga dan kerabat memberitahukan kabar duka kepergian sang bunda. Orang pertama yang saya telepon adalah ayah saya yang sedang bekerja di Cilegon.
Belum ada setitik air mata pun keluar dari mata saya. Saya berusaha tegar di tengah tangisan ibu dan kakak-kakak perempuan saya. Sempat saya update twitter untuk sekedar mendapat simpati dari teman dan sahabat. Dukungan yang hanya berupa kata-kata dalam 140 karakter ternyata ampuh membunuh kesedihan saya walau sesaat.
***
Pukul 15.00 WIB, rumah sudah siap menyambut kedatangan jenazah nenek saya. Bunga mawar di pekarangan rumah mendadak rontok, seakan ikut bersedih kehilangan sosok nenek saya.
Sirine ambulans berbunyi. Trauma. Saya sangat trauma mendengar suara ambulans sejak kakek saya meninggal 8 tahun lalu. Hati terasa seperti terhujam ribuan anak panah tiada henti.
Perlahan ambulans masuk ke tempat parkir dan pintu belakang terbuka. Saya, ibu dan kakak-kakak perempuan saya telah rapi menyambutnya di belakang ambulans. Akhirnya saya tidak tahan lagi. Hancur hati ini harus melihatnya dalam keranda. Rasa sakit teramat sangat sehingga saya tidak lagi mampu membendung air mata. Saya peluk ibu saya sekencang-kencangnya. Saya takut jika tiba-tiba saya pingsan karena kepala saya mendadak pusing.
Jenazahnya cantik. Mukanya berseri dan bersinar. Cantik sekali. Banyak sekali pelayat yang datang sampai pukul 2.00 WIB dini hari. Banyak saudara yang menginap di rumah sehingga saya dan beberapa orang tidur di samping kanan-kiri jenazah.
Saya jadi teringat.. Saat kakek saya meninggal, saya suka tidur berdua nenek saya, menemaninya dalam kesendirian. Banyak sekali kisah yang kami saat menjelang tidur..
***
4 Juni 2010, jenazah akan dimakamkan di sebelah makam suaminya. Hahhh.. Mereka adalah sepasang kakek nenek yang sangattt saya sayangi.
Saat akan diberangkatkan dari rumah, ada sebuah tradisi untuk mencium jenazah. Ini adalah saat terakhir saya untuk bisa menciumnya. Untuk melihat wajahnya dan merasakan kulitnya yang sudah kaku dan dingin. Saya tidak bisa menghentikan aliran air mata yang keluar. Kepedihan yang amat sangat..
Sebelum dimakamkan, jenazah disholatkan di sebuah Masjid di dekat rumah selepas Sholat Jumat. Subhanallah, banyak sekali jemaat sholat Jumat yang ikut menyolatkan. Indah..
Selesai disholatkan, jenazah dan rombongan pelayat segera membentuk barisan. Sekitar 30 mobil berjajar segaris dengan diiringi sirine ambulans dan bantuan dari pihak kepolisian untuk mengawal. Waktu tempuh dari rumah ke pemakaman di Lebak Bulus yang biasanya butuh waktu 20 menit, bisa ditempuh hanya dalam 5 menit.
Jenazah dimasukkan ke liang kubur. Setelah dikumandangkan adzan, tanah segera dimasukkan. Dia segera hilang dari pandangan saya. Papan kayu menutupinya, tumpukan tanah segera memenuhi liang kubur. Sekali lagi saya menangis. Banyak sekali bunga mawar indah yang ditaburkan. Wangi harum mawar segera semerbak mengharumkan pekuburan. Kakek dan nenek saya telah bertemu kembali di sana. Taburan bunga yang sangat banyak seperti sebuah pesta perkawinan. Indah sekali..
***
Saya tidak berlebihan untuk mengisahkan cerita ini. Nenek saya sudah saya anggap sebagai ibu saya juga. Dia ikut merawat saya sejak baru keluar dari kandungan. Di hari tuanya, dia bahkan selalu menyisihkan sedikit uang saat saya tengah pulang ke Jakarta. “Ini lumayan buat jajan..” Sedih sekali jika saya ingat itu. Sekarang jika saya pulang ke Jakarta, tidak ada lagi sosok itu. Hanya ada kekosongan jika saya membuka kamarnya.
Seminggu setelah pemakaman, saya hendak kembali pulang ke Jatinangor. Karena sudah kebiasaan, saya mampir ke kamarnya sebelum saya pergi. Saya lupa bahwa dia sudah pergi. Saya sempat berdiri mematung karena mendapati kamar sudah kosong. Saya hanya bisa menangis sendirian di kasurnya. Sempat terbersit dalam benak saya, kenapa dia pergi secepat ini. Saya belum bisa membahagiakan dia..
Dia belum melihat saya lulus kuliah..
Uti.. Aku kangen……
Jakarta, Y&C
Tuesday, June 1, 2010
Nasionalisme, Sebuah Rasa
Siapa yang tidak kenal Indonesia?
Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.000-an pulau, terbentang di atas garis katulistiwa yang menjadikan wilayah negara ini mendapat sinar matahari sepanjang tahun, menjadi negara dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati terlengkap di dunia. Indonesia terletak di persimpangan jalur pelayaran dunia, menjadikan negara ini memiliki posisi yang sangat strategis. Dengan populasi lebih dari 220 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Indonesia sekaligus menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun negara ini bukan negara Islam.
Tidak ada negara yang meragukan kedigdayaan Indonesia. Terdapat 5 agama dan satu aliran kepercayaan yang diakui di sini, dan semua hidup berdampingan dengan damai. Tidak ada negara yang tidak mengagumi ini. Ada ratusan bahasa daerah dan suku bangsa di sini, tapi semua dapat saling berkomunikasi dengan bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Sebaran pulau yang sedemikian banyak tidak kemudian menjadi pemecah bangsa ini, yang dulu terkenal sebagai negara maritim. Lautan telah mempersatukan semua pulau menjadi Nusantara. Indonesia menjadi contoh terbaik bagi pelaksaan demokrasi di negara berkembang. Indonesia telah sukses menggelar pemilihan umum secara langsung paling rumit sepanjang sejarah dunia.
Ekonomi Indonesia yang pada krisis ekonomi 1998 sempat terpuruk kemudian perlahan tapi pasti mulai bergerak naik. Krisis ekonomi global sama sekali tidak mengguncang perekonomian sang permata katulistiwa. Ditunjang oleh unit-unit usaha kerakyatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 besar tertinggi di dunia. Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN yang masuk dalam G-20, perkumpulan 20 negara dengan perekonomian terkuat di dunia.
Di balik semua kesuksesan itu, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Tidak ada gading yang tidak retak. Hutang negara mencapai Rp 1700 tiliun, adalah jumlah yang spektakuler. Masih ada jurang pemisah antara Jakarta dengan daerah. Korupsi masih merajalela. Budaya feodal masih sangat kental dijumpai di bumi pertiwi. Mental bangsa yang belum pasca 350 tahun penjajahan. Mutu pendidikan yang tidak ada tanda-tanda perbaikan semakin memperburuk keadaan sumber daya manusia Indonesia. Birokrasi yang rumit telah membuat kemajuan bangsa ini juga tidak bisa maksimal.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. “
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang hanya menjadi sekedar tulisan. Banyak kekayaan negeri ini yang dikelola oleh pengusaha asing. Walaupun mereka hanya membantu mengelola, itu hanya sebuah kedok untuk mengeruk kekayaan tanah Indonesia yang kaya ini.
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Mana pelaksanaanya? Masih banyak fakir miskin dan anak-anak yang terlantar di negeri ini. Masih banyak rakyat yang tidak mendapat penjaminan sosial, dilecehkan dan dicemooh. Masih banyak rakyat yang berteriak meminta fasilitas kesehatan dam fasilitas umum yang memadai dan terjangkau.
Masih banyak lagi masalah sosial yang ada di bangsa ini, baik yang terangkat ke permukaan maupun yang masih tersembunyi, atau memang sengaja disembunyikan. Belum lagi negara ini terletak di zona rawan bencana, yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan semua proses pembangunan yang sedang berjalan.
Rakyat negara Indonesia terlalu banyak menuntut ke pemerintah. Apakah mereka kira pemerintah itu Tuhan? Pemerintah juga adalah wakil rakyat yang hanya bertugas menjaga negara ini agar berjalan tetap pada patok-patok yang sudah disepakati oleh para Founding Fathers. Semua rejeki, kesuksesan dan keberhasilan harus diusahakan sendiri oleh rakyat itu sendiri. Pemerintah hanya membantu menyediakan fasilitas yang sekiranya sesuai dengan kemampuan negara. Apakah rakyat terlalu buta untuk melihat bahwa negaranya belum memiliki kemampuan yang berlebihan seperti negara-negara maju, dimana rakyat pengangguran pun mendapat tunjangan.
Tidak ada gunanya menggembar-gemborkan kekayaan negeri jika kita tidak mampu untuk mengolahnya dengan baik. Hutan dihabiskan hanya untuk penambangan. Tanah gambut berusia jutaan tahun rusak karena ‘proyek penggendutan perut’. Sadarkah Anda, bahwa alam adalah penyedia bahan utama kebutuhan hidup. Minyak bumi yang dibuat dalam waktu jutaan tahun dapat dihabiskan hanya dalam 200 tahun. Kepunahan banyak spesies telah membuktikan bahwa alam kian rusak hanya untuk sebuah pemenuhan nafsu.
Apa gunanya 5 agama dan satu aliran kepercayaan jika manusia Indonesia masih saja merusak alam, sebuah maha karya sang Ilahi?! Apa gunanya bahasa persatuan Bahasa Indonesia jika masih banyak pelanggaran aturan tertulis di negeri ini?!
Apa gunanya sinar matahari yang berlimpah jika hanya digunakan untuk menjemur padi?! Bukannya dimanfaatkan untuk menciptakan sebuah energi alternatif yang lebih berguna bagi kemajuan teknologi.
Apa gunanya negara muslim terbesar jika masih banyak pengeboman oleh muslim?! Islam hanya mengajarkan kedamaian, bukan kekerasan.
Apa gunanya pemilihan umum langsung jika mahasiswa masih membakar ban bekas untuk mengungkapkan aspirasi mereka?! Demokrasi adalah sebuah konsep kerakyatan yang baik, bukan kebebasan yang indispliner.
Dari kecil, saya hanya mendapat doktrin mengenai kebesaran Indonesia, tapi tidak tentang bagaimana sikap yang harus dimiliki seorang warga negara untuk terus menjaga kebesaran itu. Nasionalisme yang tumbuh hanya sebatas rasa tanpa sebuah tekad.
Tapi setidaknya, ada daftar mengenai kelebihan Indonesia dalam benak saya. Sekarang saatnya bagi saya, bagaimana caranya menambah isi daftar itu. Bagaimana menambah panjang daftar rekor-rekor kedigdayaan Indonesia, setidaknya untuk Wikipedia. Seburuk apapun rupa seekor ulat, suatu saat dia akan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik, terbang melesat diantara bunga-bunga yang wangi dan indah.
Jakarta, y&c