Pages

Sunday, July 4, 2010

IDR Sixty million

DSC03006 Dedicated for my lovely parents..

Rp 60.000.000,- atau enam puluh juta rupiah. Jumlah uang yang sudah dikeluarkan orangtua saya untuk menguliahkan saya selama hampir 5 tahun ini.

Jumlah 60 juta itu bukan jumlah yang pas. Saya hanya mengira-ngira pengeluaran untuk biaya kos, uang bulanan (yang sebenarnya jumlahnya juga tidak pasti) dan biaya kuliah (yang sudah sangat murah jika dibandingkan biaya kuliah di universitas lain). Mungkin ada diantara Anda yang mencibir, “yah elah cuma 60 juta”. Hahhh shame on you. Bukan masalah jumlah uang sebenarnya poin saya membuat tulisan ini.

Saya percaya, bahwa kita semua berasal dari background keluarga yang berbeda-beda. Background dalam hal keuangan. Ada yang berasal dari keluarga mapan, uang bukan masalah, ada yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi menengah, bahkan tidak sedikit mungkin yang berasal dari kelas ekonomi yang bisa dikategrikan sebagai keluarga miskin. Bukan ini juga poin saya menulis tulisan ini. Saya bukan mau membicarakan nilai kekayaan keluarga kita masing-masing.

Saya berasal dari keluarga yang bisa dikatakan stabil. Mengapa saya katakan stabil? Karena sama seperti keluarga yang lain, keluarga saya juga memiliki beragam masalah, namun alhamdulilah, semua masalah satu persatu bisa dipecahkan bersama. Saya tidak berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi berlebih, namun alhamdulilah, Tuhan selalu melimpahkan rejeki pada keluarga saya.

Beberapa tahun yang lalu, ayah saya pensiun dari Bank Indonesia. Dulu dia bekerja di HRD. Lepas dari BI bukan berarti ekonomi keluarga saya runtuh. Memang terjadi penghematan, namun syukurlah ayah saya masih bisa meneruskan ilmunya menjadi seorang Notaris dan PPAT di Kota Cilegon, Banten. Di usianya yang tahun ini akan menginjak usia 59 tahun, saya kerap merasa khawatir jika dia harus bolak-balik Jakarta-Cilegon hanya untuk bertemu keluarganya.

Sore tadi, saya iseng menghitung kasar biaya yang sudah ayah saya keluarkan untuk membiayai hidup saya selama 5 tahun belakangan ini. Keluarlah angka 60 juta itu. Jumlah yang besar menurut saya. Sempat terlintas, bagaimana caranya saya harus membayar kembali semua biaya ini. Itu baru 5 tahun belakangan, bagaimana dengan biaya 17 tahun yang lain sejak saya lahir?!

Minggu lalu, saya dan keluarga melakukan perjalanan ke Semarang. Kami berempat berangkat menggunakan kereta Argo Muria. Kakak pertama saya tidak bisa ikut karena ada urusan pekerjaan. Mungkin Anda tahu, jika di kereta, kursi bisa diputar ke belakang. Kami berempat duduk berhadapan, ayah ibu saya duduk di satu sisi, saya dan kakak kedua saya duduk di sisi seberangnya. Ketika ayah ibu saya tertidur, terlintas dalam benak saya, “Ya ampun, ternyata orangtua saya sudah tua”.

15 hari lagi, saya berulangtahun yang ke-23 tahun, dengan masih berstatus mahasiswa. Belum bergelar sarjana, belum bisa meraih satu rupiah dari jerih payah sendiri. Memalukan? Ya. Terserah Anda mau berkomentar apa.

Saya percaya betul bahwa tidak ada satu manusia yang bisa menentukan kapan dia harus kembali ke pangkuan Ilahi. Seiring bertambahnya usia kedua orangtua saya, semakin diri saya tertekan. Takut jika sewaktu-waktu mereka dipanggil Sang Khalik, namun saya belum juga bisa menebus 60 juta itu.

Tidak mungkin rasanya jika saya harus mengembalikan puluhan juta rupiah literally kepada kedua orangtua saya. Saya paham, bukan seperti itu caranya menunjukkan bakti saya, mengembalikan semua yang telah mereka berikan kepada saya. Tidak dengan uang.

Rasa cinta merekalah yang harus saya balas. Tidak mungkin kedua orangtua saya mau dan rela menggelontorkan uang sedemikian banyak jika tidak karena rasa cinta mereka kepada saya. Saya bahkan tidak pernah menyampaikan secara langsung bahwa saya menyayangi mereka. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, saya kurang mampu untuk mengatakan secara langsung isi perasaan saya. Namun saya percaya, dengan segenap gesture saya, dengan semua tingkah laku saya, kedua orangtua saya paham bahwa saya juga menyayangi mereka.

Saya sendiri masih buram mengenai cara saya untuk membalas cinta kasih mereka. Tidak banyak yang bisa lakukan dalam waktu dekat ini. Belakangan, saya menjadi kian sungkan untuk meminta sesuatu kepada mereka. Dengan usia mereka, dengan usia saya, seharusnya saat ini saya tidak hanya berpangku tangan. Saya rela disalahkan karena belum juga menyelesaikan kuliah. Satu hal yang sangat saya inginkan adalah melihat mereka tersenyum bahagia di hari tuanya. Entah bagaimana caranya, namun niat baik ini tulus keluar dari hati saya, dan saya percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan jalan terbaik untuk mewujudkannya.

Kehilangan kakek nenek saya untuk selamanya sudah cukup membuat saya terpukul karena belum bisa membahagiakan mereka. Dulu, saya pernah diceritakan almarhumah nenek saya. Ketika itu, kami berdua sedang dalam perjalanan dan melewati sebuah padang golf. Saya kemudian berceloteh kepada nenek saya, “Uti, nanti kalo aku udah besar, Uti temenin aku main golf ya”. Nenek saya kemudian menjawab, “yah kalo kamu udah main di sana, Uti ntar temenin dari tanah aja ya”. Sedih jika saya mengingat itu. Saya tidak ingin kesedihan itu kembali terulang kepada kedua orangtua saya. Saya ingin mereka masih bersama saya ketika saya sukses, dan saya bisa membayar kembali 60juta itu di hati mereka. Amin.

 

Jakarta, y&c

3 comments:

.dyah. said...

gue juga pernah ngitung jiloooooooo.. hiks..
dan jumlahnya sekitar segitu pula.
sedih ya kalo ngitung nominal. tapi lebih sedih lagi ngebayangin perasaan mereka kita nggak lulus.. dasar gue bebal. hiks.. hahaha

ah, pagi2 udah mewek ini sih..

ayo semangaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaatttttt..

Annelis Brilian said...

Ketika ayah ibu saya tertidur, terlintas dalam benak saya, “Ya ampun, ternyata orangtua saya sudah tua”.

ih ini bener banget! terakhir sering ngobrol intens tatap muka mungkin udah cukup lama. dan beberapa bulan lalu gw pernah gak sengaja ngeliatin bokap gw yg ketiduran depan tv. time goes by :(

akuperempuanbiasa said...

I feel the same way (exactly),. few months ago.

Ayahku sakit komplikasi yang buat berat badannya turun sampai 10kg(an). Badannya KURUSSS bgt, gag tega liatnya. gara-gara itu kerutan di muka, badannya semakin terlihat jelas. dan gw tersadar kalo ayah sudah bertambah tua.

Sedih sampe terkadang gw gagmau ketemu ayah. kalo ketemu gw cuma bisa nangis..sediihh liat badannya kurus dan tua.

Kita cuma bisa doa, jils..
Allah sudah berfirman ada 3hal yang tidak akan terputus,salah satunya "doa anak saleh untuk orangtuanya"

Just Pray and make our parents proud of us, maybe its the only wish that they need.

(gag sengaja, search blog trus nemu blog lo..hehhee..hhehe)

Post a Comment