Kalian bisa membaca kan? Judulnya sudah jelas mau menceritakan mengenai saya. Ya, saya adalah sebatang rokok. Manusia tamak memberi saya label huruf A di tubuh saya yang ringkih. Entah apa maksud huruf A itu, mungkin kalian lebih tahu.
Technically, saya bukan ciptaan the Big Boss. Yaaaa walaupun bahan dasar saya sebenarnya dari Dia juga. Saya adalah campuran daun tembakau, cengkeh, dan entah bumbu apa lagi yang ada di tubuh saya hingga saya dicap haram oleh sebuah persekutuan muslim. Bagaimana mungkin saya, yang bahan dasarnya berasal dari alam, bisa dikatakan haram?!
Entah dari mana daun tembakau, cengkeh dan semua bumbu yang ada di tubuh saya berasal. Saya hanya ingat saat tubuh ini mulai terbentuk, dilinting, dan diberi sedikit sentuhan ludah kehidupan oleh para manusia yang rasanya cukup jelek jika dibandingkan mereka yang ‘membunuh’ saya nantinya. Manusia tamak lainnya, tampaknya mereka berlagak seperti the Big Boss, menamakan para pelinting itu sebagai buruh. Sekali lagi, saya tidak tahu apa itu buruh. Saya memang bodoh, maklumlah, saya dan kaum saya tidak sempat bersekolah. Begitu tubuh kami sempurna, kami langsung dikumpulkan dalam sebuah ruang sempit, terombang-ambing, mengalami gempa bumi besar, lalu percikan api membunuh kami perlahan.
Teman sepenanggungan saya, namanya rokok. Hmmm tunggu, jika semua kaum saya bernama rokok, bagaimana saya bisa membedakannya untuk kalian mengerti ya? Oh ya, kami semua kan diberi label.
__________
Baiklah.. Sahabat saya, labelnya Marl… Saya tidak ingat Marl apa, yang jelas dia merasa badannya selalu kedinginan. Tapi sebenarnya tubuhnya diselimuti hangatnya kertas itu, sama seperti saya, entah mengapa dia kedinginan. Ok, kita sebut saja dia Marl. Marl sempat bercerita bahwa dirinya berada di sebuah tempat yang dinamakan Big Apple. Saya menertawakannya, karena mana mungkin sebatang rokok bisa masuk ke dalam buah apel? Di sana, dia sempat berkeliling di dalam ruang sempit dengan seorang perempuan. Perempuan itu bekerja pada malam hari di sebuah tempat yang berisik, banyak suara manusia yang sedang bersendau gurau, banyak minuman keras di sana. Semakin malam, bunyi dentuman musik semakin ramai. Setelah suasana menjadi sepi, perempuan itu pulang bersama seorang laki-laki. Setiap malam, laki-laki yang pulang bersamanya pasti berbeda-beda. Di kamar, perempuan dan laki-lakinya pasti mengeluarkan suara mendesah. Setelah suara desahan berhenti, pasti ada satu rokok berlabel sama dengan Marl yang dikeluarkan dari ruangan sempit, dan tidak kembali lagi. Suatu malam, di ruangan sempit itu, Marl tinggal sendirian. Suara desahan sudah berhenti, dan itu menandakan saat itulah Marl harus mengakhiri hidupnya. Benar saja, dia diambil keluar. Saat percikan api sudah terlihat, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan banyak sosok pria datang sambil memegang sesuatu di tangan dengan benda berkilau di dada sembari mengatakan “Freeze!”. Marl tidak jadi terbunuh, dan dia terlempar ke bawah kasur. Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya dia berada di sebuah tempat sampah. Kisahnya terdengar dari rokok ke rokok hingga sampai ke telinga saya.
***
Ada lagi kisah sebatang rokok berlabel angka 234 di tubuhnya. Saya lupa dia berada di daerah mana. Yang jelas, dia bersama seorang kakek yang setiap pagi bekerja di sebuah tanah lapang berair yang menjijikan. Si 234 ini tidak tahan dengan bau yang tercium dari tubuh sang kakek. Namun jika kalian melihat kakek itu, mungkin kalian manusia akan merasa iba. Kakek itu tinggal bersama 8 anak kecil. Dia sering menyebut anak-anak kecil itu dengan “incu”. Entah apa artinya. Tubuhnya peyot, kulitnya hitam karena setiap hari terjemur matahari. Saya rasa uang yang dimilikinya sedikit. Namun entah mengapa, setiap hari pasti dia sisihkan hanya untuk membeli rokok-rokok berlabel 234. Suatu hari, sang kakek sakit. Saat 234 ini hendak dibakar, sang kakek tiba-tiba terjatuh dari tempat duduk di depan rumahnya yang terbuat dari bambu. Nasib rokok 234 ini pun sama dengan rokok Marl. Dia selamat dari maut. Namun kabar berselang, rokok 234 mendengar kabar bahwa sang kakek telah meninggal dunia karena penyakit yang bernama kanker paru-paru, dan sekelompok manusia menyalahkan kami sebagai penyebabnya.
__________
Sampai detik ini, saya tidak mengerti. (Gimana rokok bisa ngerti, rokok kan gak punya otak, bego –y&c)
Yaaa pokoknya, saya heran dengan tingkah manusia. Mereka menciptakan kami. Mereka membunuh kami. Tapi ketika mereka tertimpa masalah, jatuh sakit, tidak punya uang, gigi menjadi kuning, dan lain sebagainya, manusia pasti menyalahkan kami. Apa salah kami? Kami diciptakan sekelompok manusia tamak, jadi salahkanlah mereka. Mengapa kami harus diharamkan? Apa salah kami? Kami kan pada dasarnya juga ciptaan Tuhan, yang kemudian dikontaminasi oleh.. aduh saya lupa.. namanya.. kalau tidak salah.. aduh apa ya?! hmmmm, yang satu bernama ‘tar’.. yang satu.. yang satunya ‘nikolas’ kalau tidak salah.. (Seharusnya nicotine, dasar rokok goblog –y&c)
Intinya, saya ingin sebuah penegakan hak asasi rokok! Kami ada bukan untuk dibunuh. Ya mungkin memang semua makhluk ada di dunia hanya untuk mati, namun tidak mati untuk percuma. Keberlangsungan hidup seperti yang dialami 234 dan Marl hanyalah keberuntungan semata. Sangat jarang dari kami mati bermanfaat. Ada yang mati karena pemiliknya bolos sekolah, pemiliknya mabuk, pemiliknya bersimbah darah karena membunuh, pemiliknya bertukar uang (Ini maksudnya judi –y&c), ada yang pemiliknya hanya di depan komputer untuk ngetweet (Hahaha, ini bukan gw. Iseng aja masukin istilah ‘ngetweet’ biar berkesan uptodate banget si rokok A ini :p –y&c).
__________
Banyak manusia bilang bahwa rokok tidak baik. Namun tahukah kalian bahwa pendapatan yang diraih pemerintah Indonesia dari pita cukai rokok adalah sebesar Rp 56,4 triliun?! Penerimaan ini hanya dikalahkan oleh pendapatan dari PPN sebesar Rp 700 triliun (sumber: Kompas). Jika rokok dihapuskan dari bumi Indonesia, bisa dilihat betapa besar kerugian negara. Belum lagi hilangnya mata pencaharian para buruh rokok. Mungkin memang kehidupan para buruh itu tidak sejahtera, namun darimana lagi mereka harus menggantungkan hidup?! Posisi rokok saat ini sudah sangat sakral. Mungkin jika dari dulu saat belum banyak orang merokok, rokok sudah dilarang, dampak yang akan terjadi tidak akan sebesar sekarang. Salahkan siapa jika sudah begini? Semua stakeholder di negeri ini turut andil bagian untuk memikirkan bagaimana nasib ‘hak asasi rokok’ ke depan. Di satu sisi, rokok adalah sebuah tambang emas, namun di sisi lain, rokok juga sebuah bom waktu yang bisa membunuh siapa saja.
Makanya jangan sebatang-sebatang mulu!! Pikirin tu nasib rokok yang diisep, buruhnya sama bangsa dan negara!!
(Eh sumpah ini cuma random thought. Iseng banget nulis beginian pagi-pagi gak ngerti mau ngapain. Bagi yang tersinggung, maaf aja yaaaa –y&c)
Jatinangor, y&c